Jumat, 22 Oktober 2010

Waspadai, Banyak Penyakit di Balik Mode Busana Bekas

image


SECARA tidak langsung, baju impor bekas ternyata turut serta membentuk subkultural gaya anak muda saat ini yang hendak tampil unik dan nyentrik. Selain karena baju-baju tersebut banyak yang bermerek ternama, model pakainan-pakaian itu pun bisa dipastikan tak banyak yang serupa. Terang saja, sebab keberadaannya tidak seperti baju baru yang diproduksi secara massal.
Kendati Menteri Perindustrian dan Perdagangan sudah melarang impor pakaian bekas, namun pada kenyataannya, saat ini pasaran pakaian bekas impor tetap marak bahkan makin laris manis, terlebih di kota-kota besar. Sebut saja di Jogja, Semarang, Bandung, Jakarta dan Batam. Di Semarang, toko maupun lapak baju import bekas ini biasanya di sebut awul-awul. Dinamakan demikian, konon karena baju-baju itu ditumpuk begitu saja sehingga jadi awul-awulan (berantakan).
Jika jeli memilih, konsumen awul-awul akan mendapatkan busana trendi bermerek dengan harga yang sangat murah. Tetapi, pernahkan para  konsumen baju bekas yang didominasi mahasiswa ini menyimak bahaya penyakit yang dibawa baju-baju bekas tersebut? Sebab, ada anggapan bahwa baju-baju bekas itu sebenarnya sampah buangan dari negara-negara yg lebih sejahtera seperti Korea, Jepang, Cina, Singapore, dan Amerika. Maka, secara medis barang-barang itu dapat menjadi biang perantara penyakit menular.
Jangankan baju bekas, baju baru saja juga banyak terdapat bakterinya. Peneliti Departemen Microbiology and Immunology Universitas New York menemukan jejak partikel ragi, feses, bekas ludah, bakteri kulit, dan bakteri vagina melekat pada baju-baju baru. "Paling banyak ditemukan di daerah ketiak dan pangkal paha," kata Dr Phillip Tierno, yang memimpin penelitian itu.
Kuman Tumbuh Subur
Sudah barang tentu, baju-baju awul-awul menjadi sarang kuman yang jumlahnya berlipat-lipat lebih banyak dibanding baju baru. Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, dr Retno Indrastiti Sp KK mengatakan, kemungkinan besar jamur-jamur itu tumbuh subur di pakaian bekas ini, apalagi jika pemiliknya terdahulu memiliki penyakit kulit.
"Orang-orang di luar negeri aja nggak mau barang itu, lha kok kita malah nerima, kasian benar bangsaku. Padahal pakaian lokal yang masih gres (baru-red) dengan kualitasnya bagus dan harganya terjangkau saja juga masih banyak," tuturnya.
Memang konsumen bisa mencuci dan mensetrika baju-baju itu terlebih dahulu. Namun sayangnya, tidak semua orang mau mencuci dan menyetrika secara benar. Jika di baju bekas itu terdapat kutu atau serangga, maka dapat menyebabkan Si pemakainya terinfeksi aneka penyakit kulit, hingga sistem pernafasannya pun bisa terganggu.
sumber: www.suaramerdeka.com

0 komentar:

Posting Komentar