Pernahkah anda berbicara dengan masyaraat Dataran Tinggi Dieng ? Jika belum, sesekali anda boleh mencoba. Walaupun sama-sama jawanya, mungkin anda merasa sedikit geli ataupun aneh, karena bagi yang belum terbiasa mendengar logat masyarakat Dataran Tinggi Dieng akan terdengar unik ataupun antik.
Bahasa ibu yang di gunakan dalam keseharian masyarakat Dataran Tinggi Dieng menggunakan bahasa jawa, dengan logat semi ngapak, tidak sekental logat Banyumasan tapi tingkat ke ngapakanya masih terasa jelas, seperti contoh : Mbekayu (Kakak Perempuan), Sekang (Dari), Teyeng (Bisa), dll. salah satu ciri khas logat ini adalah pengucapan vokal "a" yang diucapkan utuh dan penekanan huruf - huruf dengan lebih jelas / tebal.
Yang lebih unik dan antik, setiap kali masyarakat Dataran Tinggi Dieng berbicara biasanya diakhiri "Ce" (Secara terpisah) sebagai contoh : Ngapa si "Ce" ? "Ce" disini seperti latah, tapi bukan latah. "Ce" juga memantabkan setiap pembicaraan dan dibunyikan agak panjang. contoh lain : Mbekayu sekang ngendi "Ce" ?
Logat sendiri dapat didefinisikan sebagai alunan nada yang dimiliki oleh masing - masing orang sesuai asal daerah mereka sendiri - sendiri, sedangkan Logat Ngapak / Banyumasan diperkirakan merupakan logat jawa yang tertua.
Perbedaan logat bahasa Jawa dan Banyumasan terletak antara huruf A dan O, sebagai contoh : Banyumasan (Padha, Lunga, Apa) dalam Bahasa Jawa (Podho, Lungo, Opo).
Logat merupakan kekayaan budaya, yang harus tetap dilestarikan. Sebagai ciri masyarakat yang beradab lebih bangga / menghargai dengan logatnya sendiri dan tidak menggangap remeh ataupun rendah logat bahasa lain.
SUMBER : www.diengplateau.com
0 komentar:
Posting Komentar