Selain dikenal sumber daya alamnya Wonosobo juga dikenal sebagai salah satu daerah yang memiliki banyak kesenian tradisional, jenis kesenian tradisional yang ada sangat beragam, muali dari kuda kepang, tari lengger, angguk, gambus, qosidah dan rebana.
Hingga kini, masyarakat Wonosobo masih terus melestaraikan berbagai jenis kesenian tradisional yang sudah diwarisi secara turun temurun.
Pada umumnya kesenian tradisional dipentaskan pada acara-acara tertentu, seperti : hari-hari besar nasional, hari jadi Wonosobo dan hari-hari penting lainya. Bahkan tidak jarang kesenian tradisional ditampilkan di hotel-hotel berbintang untuk memenuhi pesanan wisatawan.
Tari Kuda Kepang (Embleg)
Tarian Kuda Kepang atau embleg dibawakan oleh 7 orang penari yang terdiri dari seorang penari sebagai pemimpin atau plandang dan 6 orang penari sebagai prajurit pengikutnya.
Tari Kuda Kepang / Embleg mengambil legenda Raden Panji Asmara Bangun yang sedang mencari kekasihnya bernama Sekartaji yang sangat dicintainya.
Tari Angguk
Tari Angguk
Diantara jenis tarian angguk yang ada adalah angguk menorek, yaitu sebuah tarian yang menggambarkan cerita Menak (Pahlawan Arab) ataupun cerita Omar-Amir, Imam Auwongso, Wong Agung Jayenegoro dan sebagainya. Bentuk tarianya dipengaruhi unsur-unsur keagamaan, sedangkan kostum yang dikenakan merupakan kostum wayang orang. Alat-alat yang digunakan antara lain : Rebana, Jidor (bedug kecil) dan kendang. Sedangkan lagu yang dibawakan bernafaskan Islam. Tarian tersebut dinamakan Angguk, karena gerakan yang di bawakan menggunakan leher selalu mengangguk angguk. Pada masanya tarian ini dibawakan untuk menghormati raja.
Tari Cepetan
Tarian ini berkembang sejak zaman penjajahan Kolonial Belanda. Dinamakan tarian cepetan karena wajah para penari dicorang-coreng mengguanakan arang kayu, hanya bagaian matanya saja yang terlihat jelas, dalam perkembanganya wajah para penari tidak lagi dicorang-coreng menggunakan arang kayu tetapi sudah diganti dengan kain penutup. Alat yang digunakan untuk mengiringi tarian cepetan adalah jidur, rebana, dan kendang.
Tarian ini berkembang sejak zaman penjajahan Kolonial Belanda. Dinamakan tarian cepetan karena wajah para penari dicorang-coreng mengguanakan arang kayu, hanya bagaian matanya saja yang terlihat jelas, dalam perkembanganya wajah para penari tidak lagi dicorang-coreng menggunakan arang kayu tetapi sudah diganti dengan kain penutup. Alat yang digunakan untuk mengiringi tarian cepetan adalah jidur, rebana, dan kendang.
Tari Bangilon
Tari Bangilon adalah sebuah tarian keprajuridan dimana beberapa prajurid mengenakan selempang lengkap dengan tanda pangkatnya, sedangkan celana yang dikenakan menggunakan celana pendek.
Tari Bangilon adalah sebuah tarian keprajuridan dimana beberapa prajurid mengenakan selempang lengkap dengan tanda pangkatnya, sedangkan celana yang dikenakan menggunakan celana pendek.
Semua penari Bangilon memakai kaca mata hitam bulat, kemudian untuk mengiringi tarian, para penari menyanyi bersama sama yang diambilkan dari kitab Berzanji yang sudah dicampur dengan nyanyian Indoensia, sehingga terbentuklah suatutarian yang sangat menarik, sedangkan alat musik pengiring menggunakan rebana dan jidor.
Tari Jam Janem
Tari Jam Janem berbentuk selawatan (nyanyian) yang dibawakan oleh gadis-gadis yang masih suci dengan iringan terbang dan kendang.
Tari Rodad
Tari Jam Janem berbentuk selawatan (nyanyian) yang dibawakan oleh gadis-gadis yang masih suci dengan iringan terbang dan kendang.
Tari Rodad
SUMBER : www.diengplateau.com
0 komentar:
Posting Komentar