Jumat, 22 Oktober 2010

Jika Kartini Masa Kini Main Wayang

Inspirasi Kartini

image Suara Merdeka CyberNews, PARA "Kartini" masa kini ramai-ramai bermain wayang orang? Tampaknya hanya ada di kota Solo. Inilah cara wanita seniman kota budaya itu memperingati hari Kartini. Perhelatan ini hanya ada di TBJT Solo, Rabu, 21 April 2010.
Gelar wayang orang kombinasi antara pemain profesional dengan amatir ini sebagai wujud pelestarian kesenian wayang orang yang terasa kian terpinggirkan. Maka dalam pementasan ini, lakon carangan (cerita karangan yang lepas dari cerita pakem wayang) menjadi pilihan sutradara Endah B. Murtiyoso. Namun agar cerita masih berada dalam alur klasik wayang, maka didapuk dalang wanita Ni Cempluk dari Sragen.
Meski carangan tapi pentas ini tetap bernuansakan pakem yang klasik, pementasan wayang orang yang semua pemainnya perempuan ini menampilkan lakon "Gareng Garang Garing" karya Endah B. Murtoyoso. Itu sebabnya, semua pemain di sini lebih banyak bukan dari profesionalis pemain wayang, malah ada beberapa yang menjadi pengusaha, dosen, guru tari disamping beberapa pemain wayang orang.
Sesulit apakah melatih pemain "tiban" seperti itu? Menurut Joko Sunarno, pelatih tari yang menjadi konsultan dalam pementasan itu, "Kesulitannya hanya ketika harus melatih peran-peran klasik seperti tokoh Narada, Durna, Sengkuni atau Gareng, karena perlu gerakan-gerakan khusus dan khas," kata pemain wayang orang (WO) RRI Surakarta itu.
Pentas ini juga hasil kerjasama dengan Pepadi Jawa Tengah, sebuah organisasi pedalangan yang secara aktif ikut mendanai acara ini, bahkan wakil Pepadi, Hj. Suci Yuliati, Spd, MM pun didaulat sebagai bintang tamu ikut bermain sebagai tokoh Bagawan Sasrakesebra. Apa adanya.
Penampilan wayang orang yang digelar di pusat berkumpulnya para seniman yang berada di kawasan Jurug Solo ini disajikan secara "apa adanya". Dialog pun bisa saja sengaja di "plesetkan" karena memang tidak hapal naskah. Sementara di panggung tak ada setting wayang. "Karena untuk sistem buka tutup kelir seperti dalam wayang orang itu tidak mungkin bisa dilaksanakan di pendapa ini," kata Endah B. Murtiyoso yang berperan sebagai Begawan Durna.
Itu sebabnya, di atas panggung tak ada setting keraton atau pedesaan seperti dalam wayang orang. Hanya latar kain hitam, dengan aksentuasi kain merah yang menjuntai, dan sedikit level setinggi satu meter. Itu sebabnya pentas ini mengganakan pendekatan teatrikal, misalnya gerakan penari latar tidak harus menggunakan gerakan tari klasik.
Lakon klasik dengan pendekatan teatrikal seperti menghadirkan sebuah tontonan yang menghibur, ringan tapi intens. Menghibur karena ceritanya sederhana dan intens karena tetap dibawakan serius, misalnya adegan "tangtang-tantangan" musuh yang dialognya disampaikan secara palaran (dialog yang disampaikan secara tembang untuk menggambarkan suasana).
Keunggulan dari pentas yang diselenggarakan Paguyuban Wayang Wanita Surakarta ini adalah disamping semua pemainnya wanita, para niyaga-nya, dari pemain instrumen gamelan sampai sinden dan dalang. "Inilah kripranya para Kartini di dunia pewayangan, " kata Endah. Murtiyoso yang mempersiaspkan lakon ioni sejak sebnulan lalu. 
Pementasan wayang berlakon carangan seperti ini, memang sudah amat lazim terjadi di Solo atau ketika berlangsung pergekaran tematik seperti ini.
sumber: www.suaramerdeka.com

0 komentar:

Posting Komentar